Jumat, 27 Juli 2012

Let there be peace on earth...

Dreaming of life in peace, inside and outside.
A life that I saw some times ago,
a family lives nearby beach on an island.
With their dogs, the boat, the small and cozy house.
Meet the people of the neighbourhood everyday and chat about daily life.
Share good news of today and put a hope for tomorrow.
Fill with grateful heart about the past.
Such a life that I name it: Back to The Village.
Can you find your own dream and live for it?
Tell me, friend...

Jumat, 28 November 2008

note on weekend

kemarin dan hari ini
banyak belajar ttg pengampunan,
anugerah,
bersyukur,
menyadari kehadiran-NYA setiap saat.

Lord, lay the world upon my heart...

Senin, 24 November 2008

Bike to Beach


Sudah lama aku gak naik sepeda. Jadi waktu aku liat ada banyak sepeda parkir di garasi lorong Salam, di perutku seperti ada kupu-kupu terbang berputar-putar. Aku gak sabar bgt bersepeda ke pantai Suak Ribee.

Di suatu Sabtu sore yg cerah, setelah mengenyahkan debu2 yg nempel krn beberapa bulan sepeda2 itu dicuekin, aku dan Merry (yg minjem sepeda Ikhsan) mampir ke bengkel buat isi angin.
Akhirnya… dengan semangat aku kayuh sepeda merah Jeong Ah ke pantai Suak Ribee yg kira2 3km dr lorong Salam.

Tapi krn terlalu bersemangat dan sdh ber-tahun2 gak dayung sepeda, alhasil aku nyampe juga di pantai tp dg terhuyung-huyung hampir pingsan kehabisan tenaga. Untung aja gak pingsan, krn pasti malu bgt kalo kejadian. Soalnya aku yg ngebet bgt ngajak Merry bersepeda ria ke pantai.

Tapi sekarang udah bisa atur strategi dg penggunaan tenaga spy tetap bisa nyampe pantai seger, bisa maen volley sama Sunset Jumpers (my fave volley club) and bisa jalan dan nyanyi2 di pantai.

Ke pantai naek sepeda??? Siapa takuuutt….!!!

Jumat, 14 November 2008


ITADAKIMASU !
Duh ! Panas banget ! Masih dua tikungan, satu turunan lewat jembatan, rumah keren, lewat kompleks militer, jalan lagi, baru deh masuk ke halaman rumah kami yg luas kayak hutan lindung. Huh ! Nyesel juga gak mau bawa payung tadi. Topi SD gak cukup buat melindungi kepala dan tubuh di panas seterik ini. Menjelang pukul dua siang memang gak sepantasnya anak seusia aku pulang sekolah jalan kaki 3 kilometer sendirian. Kalau saja Papa gak sedang keluar kota, mungkin dia mau menjemputku pulang. Aku bilang mungkin karena memang jarang-jarang bisa dijemput Papa pulang. Paling-paling kalau Papa lagi punya waktu istirahat yang cukup leluasa untuk makan siang di rumah, baru deh Papa nyamperin aku pulang sekolah…
“Mama…aku pulang!” aku menerobos pintu kasa belakang.
“Lama sekali, sih…Mama sudah laper tungguin kamu dari tadi. Biasanya sebelum jam dua kamu udah nyampe…bahkan sebelum Mama selesai masak kamu udah nongkrong di sini. Kemana aja? Kelayapan ya?” Mama langsung ngomel.
“Idiih Mama ! Kira-kira dong nyambut anaknya pulang sekolah. Skarang kan emang belum jam dua Ma…lagian Mama aja yang hari ini masak kecepetan. Tapi, kayaknya bukan kecepetan deh. Emang Mama biasa telat nasak. Giliran hari gini tepat waktu malah nyalahin aku deh…”
“Eh, iya…emang belum jam dua ya…Udah cepet sono ganti baju, bersih-bersih…Mama dah laperrr..”
“Mama masak apa hari ini?” aku gak menunggu jawaban Mama dan langsung naik ke atas buat tukar baju dan cuci tangan dan kaki. Aku paling suka cuci tangan dan cuci kaki siang-siang gini. Rasanya segerrrr…
“Masak apa Ma?” aku menarik kursi rotan dan, hup! Meloncat ke atasnya. Pandanganku menyapu seluruh permukaan meja makan. Ada yang aneh !
“Hari ini kita gak makan nasi. Mama buat masakan alternatif pengganti nasi yang kandungan karbohidrat dan zat gizi lainnya sama dengan nasi. Kamu gak akan kena malnutrisi deh..Ini bubur jagung dengan campu…”
“STOP ! Kok tampilannya aneh gitu Ma? Aku gak yakin itu bisa dimakan,” aku kehilangan selera.
“Eits! Kamu meragukan masakan Mama ya? OK, it doesn’t matter. Let me explain you first. Kamu denger presentasi Mama dulu abis itu kamu pasti pengen nambah deh…Perhatikan kemari!” Mama menarik whiteboard ke depan meja makan dan menempelkan gambar2 di sana.
“Ma, please. I do really hungry now !” dengan wajah memelas aku melirih.
“Just seven minutes Timmy…” Mama gak mau ngerti dan tetap bersemangat dengan presentasinya.
Oow, aku merasa malang sedunia…somebody help me out of here and give me a normal food ! Mamaku orang paling baik sedunia dan paling kreatif. Tapi karena kreativitasnya yang kadarnya terkadang berlebihan maka aku, her only handsome boy is being the victim. Inilah yang aku kuatirkan kalau Papa keluar kota, Mama suka eksperimen masakan aneh-aneh. Kadang-kadang enak sih. Tapi seringnya enggak. Dan, oh…anak SD mana yang makan siang aja perlu dapat mata kuliah program magister tentang nutrisi ? Papa, cepet pulang donk! Apa hari ini Papa lupa telpon Mama sampe Mama berbuat begini ? Ini gak adil. Tapi inilah yang aku terima. Aku Cuma bisa meletakkan daguku di atas meja sambil berharap 7 menit yang serasa 7 minggu segera berlalu dan aku benar-benar berharap tampilan bubur jagung itu memang kebalikan dari rasanya. Selamat makan temen-temen sedunia. Bersyukurlah untuk makananmu dan orang-orang yang memasaknya.
“ Itadakimasu !” mama senyum padaku. I love you Ma, just the way you are.
While sipping your coffee…

Manusia dibatasi oleh kurun waktu.
Aku teringat beberapa tahun lalu ketika mengikuti acara mangokkal holli almarhum pamanku di sebuah kompleks pemakaman. Aku dan adikku mengambil kesempatan untuk melihat-lihat makam yang ada di sana. Pemakaman itu cukup menarik karena ada beberapa orang asing yang dikuburkan di sana. Mungkin mereka orang-orang asing yang datang di masa penjajahan dulu. Dari nama yang tertera di nisan mereka sepertinya bangsa Belanda dan Inggris. Mungkin ada yang datang sebagai tentara, perawat atau mungkin biarawati dan misionaris. Ada yang meninggal dalam usia relatif muda. Jumlahnya tidak terlalu banyak dan ada beberapa orang wanita.
Selain makam orang-orang asing itu, pohon rambutan yang berbuah lebat adalah satu hal menarik buat aku dan adikku. Tentu saja yang membuat kami tertarik adalah buah-buah rambutan yang bisa kami cicipi, haha…Aku dan adikku mencoba menaksir berapa kira-kira usia pohon rambutan tersebut. Yang jelas umur makam-makam itu sepertinya lebih tua dari pohon rambutan. Kalau tidak, mungkin saja pohon itu menyerap zat-zat makanan yang berasal dari tanah di sekitar makam. Hiii…adikku jadi bergidik ngeri ! Tapi bukan itu yang penting. Pohon juga punya umur. Dan pohon tidak punya kehidupan setelah kematian seperti manusia. Itu yang membedakannya.
Lalu aku teringat percakapan di awal tahun bersama beberapa teman di dapur gereja. Dengan bercanda kami membicarakan seperti apa senangnya hidup di surga. Apa kita tidak akan bosan dengan segala kesenangan yang ada. Temanku yang sedang lahap menyantap siomaynya bilang kalau dia kepengen ayam goreng mungkin tinggal membayangkan kemudian ayam goreng muncul di depan mata dan tinggal tangkap, hap ! Haha… dasar tukang makan! Tapi seorang teman bilang, semua yang baik yang kita kerjakan sekarang mungkin saja masih kita lakukan, misalnya bermain musik sambil bernyanyi seperti yang sering dilakukan beberapa dari kami saat itu. Kecuali, PI ke orang lain.
Aku membayangkan sedang membaca nisanku sendiri. Ade Taruli Madiarta Marpaung (gelar SE gak akan bikin yang terbaring di balik nisan ini beda dengan nisan lain kan?) 06 Februari 1980 - … Sampai umur berapa aku akan hidup? Sepertinya panjang atau pendek waktu yang diberikan padaku di dunia bukan hal utama yang perlu diperhatikan tetapi apakah kurun waktu yg aku tempuh selama di dunia itu selalu dihubungkan dengan sesuatu yang bernilai kekal ?
Teman-teman, semua manusia dibatasi oleh kurun waktu. Sesudah itu kita harus menghadapi kekekalan. Syukur kepada Allah kalau kita tahu kita akan berada di mana pada saat kita masuk dalam kekekalan itu. Di dalam Kristus, aku dan engkau akan berada dalam hidup yang kekal bersama-sama Allah di surga. Tapi bagaimana dengan teman-teman atau keluarga atau siapapun yang kita tahu yang masih di luar Kristus ?
Temanku benar, yang tidak bisa kita lakukan lagi saat hidup di dunia berakhir adalah memberitakan Injil. Dan bukan masalah kapan hidup kita berakhir, tetapi apakah kita merasa ‘terpaksa’ melakukan PI pada saat kita masih hidup ? Mungkin rasa ‘terpaksa’ perlu supaya kita terbangun dari kenyamanan sendiri. Tapi setelah itu jangan biarkan dirimu dihakimi oleh perasaan. Sadarilah bahwa hidupmu sendiri adalah Injil yang terbuka yang dibaca banyak orang. Kalau kau sadar bahwa menyampaikan Injil sama alaminya dengan menjalani hidup itu artinya kau bisa belajar mewujudkan Injil dalam seluruh hidup. Lakukanlah hidup dengan sukacita. Wujudkan Injil dengan caramu.
Tadi aku terima telepon dari teman kuliahku yg ngajak jalan besok. Then…I shared her the grace that I’ve been received.