Jumat, 14 November 2008

While sipping your coffee…

Manusia dibatasi oleh kurun waktu.
Aku teringat beberapa tahun lalu ketika mengikuti acara mangokkal holli almarhum pamanku di sebuah kompleks pemakaman. Aku dan adikku mengambil kesempatan untuk melihat-lihat makam yang ada di sana. Pemakaman itu cukup menarik karena ada beberapa orang asing yang dikuburkan di sana. Mungkin mereka orang-orang asing yang datang di masa penjajahan dulu. Dari nama yang tertera di nisan mereka sepertinya bangsa Belanda dan Inggris. Mungkin ada yang datang sebagai tentara, perawat atau mungkin biarawati dan misionaris. Ada yang meninggal dalam usia relatif muda. Jumlahnya tidak terlalu banyak dan ada beberapa orang wanita.
Selain makam orang-orang asing itu, pohon rambutan yang berbuah lebat adalah satu hal menarik buat aku dan adikku. Tentu saja yang membuat kami tertarik adalah buah-buah rambutan yang bisa kami cicipi, haha…Aku dan adikku mencoba menaksir berapa kira-kira usia pohon rambutan tersebut. Yang jelas umur makam-makam itu sepertinya lebih tua dari pohon rambutan. Kalau tidak, mungkin saja pohon itu menyerap zat-zat makanan yang berasal dari tanah di sekitar makam. Hiii…adikku jadi bergidik ngeri ! Tapi bukan itu yang penting. Pohon juga punya umur. Dan pohon tidak punya kehidupan setelah kematian seperti manusia. Itu yang membedakannya.
Lalu aku teringat percakapan di awal tahun bersama beberapa teman di dapur gereja. Dengan bercanda kami membicarakan seperti apa senangnya hidup di surga. Apa kita tidak akan bosan dengan segala kesenangan yang ada. Temanku yang sedang lahap menyantap siomaynya bilang kalau dia kepengen ayam goreng mungkin tinggal membayangkan kemudian ayam goreng muncul di depan mata dan tinggal tangkap, hap ! Haha… dasar tukang makan! Tapi seorang teman bilang, semua yang baik yang kita kerjakan sekarang mungkin saja masih kita lakukan, misalnya bermain musik sambil bernyanyi seperti yang sering dilakukan beberapa dari kami saat itu. Kecuali, PI ke orang lain.
Aku membayangkan sedang membaca nisanku sendiri. Ade Taruli Madiarta Marpaung (gelar SE gak akan bikin yang terbaring di balik nisan ini beda dengan nisan lain kan?) 06 Februari 1980 - … Sampai umur berapa aku akan hidup? Sepertinya panjang atau pendek waktu yang diberikan padaku di dunia bukan hal utama yang perlu diperhatikan tetapi apakah kurun waktu yg aku tempuh selama di dunia itu selalu dihubungkan dengan sesuatu yang bernilai kekal ?
Teman-teman, semua manusia dibatasi oleh kurun waktu. Sesudah itu kita harus menghadapi kekekalan. Syukur kepada Allah kalau kita tahu kita akan berada di mana pada saat kita masuk dalam kekekalan itu. Di dalam Kristus, aku dan engkau akan berada dalam hidup yang kekal bersama-sama Allah di surga. Tapi bagaimana dengan teman-teman atau keluarga atau siapapun yang kita tahu yang masih di luar Kristus ?
Temanku benar, yang tidak bisa kita lakukan lagi saat hidup di dunia berakhir adalah memberitakan Injil. Dan bukan masalah kapan hidup kita berakhir, tetapi apakah kita merasa ‘terpaksa’ melakukan PI pada saat kita masih hidup ? Mungkin rasa ‘terpaksa’ perlu supaya kita terbangun dari kenyamanan sendiri. Tapi setelah itu jangan biarkan dirimu dihakimi oleh perasaan. Sadarilah bahwa hidupmu sendiri adalah Injil yang terbuka yang dibaca banyak orang. Kalau kau sadar bahwa menyampaikan Injil sama alaminya dengan menjalani hidup itu artinya kau bisa belajar mewujudkan Injil dalam seluruh hidup. Lakukanlah hidup dengan sukacita. Wujudkan Injil dengan caramu.
Tadi aku terima telepon dari teman kuliahku yg ngajak jalan besok. Then…I shared her the grace that I’ve been received.

2 komentar:

Ike Tania Pardede mengatakan...

woahhh, ini bagus deh keknya..
ga ada sambungannya nih...?
uuhh, sayang bangetttt..
wkwk, nulis lagi dong..
yuhuuuuuuuuuuuu

Ike Tania Pardede mengatakan...

woahhh, ini bagus deh keknya..
ga ada sambungannya nih...?
uuhh, sayang bangetttt..
wkwk, nulis lagi dong..
yuhuuuuuuuuuuuu